Senin, 16 Mei 2011

Revolusi Organisasi Pendidikan Dokter UIN : Perlu & Penting

Oleh : Pradipta Suarsyaf, CHt

Entah angin dari mana yang membuat Presiden BEM Jurusan Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - Kang Usep (begitulah saya memanggilnya karena kami sama-sama orang sunda) mengajak saya untuk menghadiri pertemuan non-formal dengan dr. Zaki, M, Epid dan dr. Fika, M. Med.Ed pada Jum'at (13/5) lalu di Ruang HPEQ Pertemuan yang katanya non-formal itupun terlihat formal karena kehadiran Presiden BEM FKIK, Egi Abdul Wahid, Ketua BEM Jurusan lainnya, Local Coordinator CIMSA UIN dan Ketua USMR.



Setelah mendengar pembukaan dari sang Presiden BEMF, saya mulai mengerti arah pembicaraan pertemuan ini. Pada intinya, pertemuan ini digagas oleh dr. Fika yang melihat adanya kekurangan dalam beberapa aspek kepengurusan BEM. Masalah yang diangkat adalah kurangnya komunikasi BEM terkait program yang dilaksanakan. Secara khusus dr. Fika menyebutkan kegiatan Milad FKIK yang terkenal dengan "7 Wonders" nya.

Beliau menyatakan bahwa acara Milad kali ini tidak merangkul seluruh elemen civitas akademik di FKIK. Buktinya banyak staf fakultas dan dosen yang tidak tahu akan adanya kegiatan Milad ini. Setelah itu K'Egi (Presiden BEMF) mengklarifikasi bahwa sebenarnya sudah melalui draft kegiatan yg diajuka pada Bu Farida selaku Pudek. Kemahasiswaan. BEMF berfikir bahwa dengan disetujuinya draft kegiatan Milad ke 7 FKIK ini maka acara mendapat dukungan dari pihak fakultas dan bukan wewenang BEMF untuk memberikan undangan kepada staf di FKIK.

Dari sana saya mengerti mengapa dr. Fika mengundang semua pimpinan tertinggi organisasi kemahasiswaan di FKIK. dr. Fika merasa terpanggil untuk memberikan wawasan lebih mengenai organisasi dengan mengajak aktivis kemahasiswaan FKUI pada zamannya, dr. Zaki, M.Epid.

Berikut adalah apa yang beliau jelaskan ketika itu sesuai dengan pemahaman saya :

Seperti yang kita ketahui sistem kemahasiswaan di UIN adalah Student Government. Yang saya dengar hanya UIN lah Universitas yang menggunakan sistem ini. Lainnya menggunakan sistem senat mahasiswa. Dari berbagai sumber saya dapatkan kesan positif dan negatif mengenai pelaksanaan sistem kepemerintahan seperti ini. Sistem ini menjadi sorotan karena menggunakan mesin politik kemahasiswaan bernama partai mahasiswa yang tentunya memiliki kepentingan kepentingan tersendiri. Dari sekian banyak keunggulan yang katanya ada pada sistem kepemerintahan ini, nampaknya lebih banyak hal negatif nya. Hal ini terlihat dari kisruhnya penyelenggaraan PEMIRA UIN tahun 2010/2011 dan kepengurusan kali ini pun bermasalah dalam periodisasi kepengurusan yang seharusnya sudah lengser tapi berpotensi menyelenggarakan penyambutan mahasiswa baru untuk keduakalinya.

Yang perlu disyukuri adalah kesemrawutan organisasi kemahasiswaan ini hanya terjadi di kampus 1 dan setidaknya belum menyebar sampai kampus kedokteran. dr. Zaki memperingatkan untuk menjaga lingkungan FKIK ini sehingga tidak terbawa turbulensi panasnya persaingan politik keras organisasi di Kampus I yang menghabiskan banyak energi sedikit kebermanfaatan.

Seharusnya, lanjut dr. Zaki, organisasi kemahasiswaan saat ini tidak lagi befokus dalam hal yang kecil namun melihat kedepan bahwa FKIK UIN harus bisa berbicara dikancah dunia kesehatan Indonesia dan sebaiknya segera membuka dan memperluas jaringan kemahasiswaan baik dalam maupun luar negeri. Oleh karena itu beliau ketika ditugaskan di PSPD membawa organisasi semacam CIMSA dan USMR yang sebenarnya bertujuan kesana.

Harus ada semacam perubahan besar agar organisasi kemahasiswa di FKIK bisa maju dan berkembang. Yaitu opsi yang berani untuk merubah tradisi kemahasiswaan yang ada di UIN Jakarta. Setidaknya perubahan ini bisa diinisiasi oleh FKIK dan selanjutnya bisa diharapkan kemahasiswaan di UIN bisa kembali membaik.

Sebenarnya Departemen Kajian dan Strategi BEM Jurusan Pendidikan Dokter sudah mengkaji hal ini. Banyak sekali efek negatif yang didapat dari sistem kemahasiswaan yang ada saat ini. Kastrat BEMJ Pendidikan Dokter merumuskan masalah mengenai keterkaitan yang merugikan ini. Sebagai contoh, PSPD merupakan satu-satunya jurusan yang SKS-nya dipaket berdasarkan Modul KBK yang diadopsi dari Kurikulum FKUI dan diintegrasikan dengan keislaman. Oleh karena kurikulum yang 'saklek' dan padat ini maka sangat tidak mungkin untuk meyelaraskan kegiatan mahasiswa kedokteran dengan jurusan manapun di UIN Jakarta. Jika dipaksakan maka organisasi di jurusan kedokteran akan berjalan 'semrawut tak karuan' karena harus mengikuti sistem terpusat macam Student Government ini.

Lebih berfokus pada sistem organisasi di pendidikan dokter, maka diperlukan suatu sistem organisasi tersendiri yang dikelola mahasiswa kedokteran. Hal ini demi menjaga dan mengarahkan segala bentuk kegiatan berfokus pada pembentukan karakter seorang dokter. Berbeda dengan jurusan lain seorang mahasiswa kedokteran sangat diharuskan menjaga attitude serta penampilannya sehingga saat masuk dunia koass nanti hal ini sudah tersinergi positif dalam setiap calon dokter UIN.

Penjelasan diatas bukan berarti mahasiswa kedokteran akan menjadi eksklusif. Seperti yang dijelaskan oleh dr. Fika, sangat penting menjaga hubungan antar profesi. Inilah yang harus dikembangkan, interprofesionalisme dalam ranah kesehatan di Indonesia. Itu tidak boleh dilupakan.

Setidaknya itu yang saya fahami dari pertemuan tersebut. Setidaknya wacana perubahan besar sudah terbentang. Tinggal bagaimana kita sebagai mahasiswa bergerak menjadi agent of change.

Sekian. Semoga bermanfaat!


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial