Senin, 05 Agustus 2013

Merajut Mimpi Melanjutkan Studi Dalam / Luar Negeri, Pilih Mana?

Saat ini saya tengah menjalani kepaniteraan klinik kesehatan jiwa (psikiatri) di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Tak terasa ini adalah stase ke depalan dari 17 stase yang harus saya jalani. Kurang lebih 2 tahun lagi saya baru bisa menyelesaikannya semua proses pendidikan dokter ini. Panjang dan penuh lika-liku memang...hahaha..banyak lucu, haru, konyol, dan banyak juga hikmah & ilmu yang saya dapatkan.

Nah, beberapa pekan belakangan ini perhatian saya tertuju pada mimpi yang pernah saya tuliskan dulu bahwa saya akan melanjutkan pendidikan sampai jenjang tertinggi yakni Doktor. Cukup sering saya berpindah-pindah keinginan mengenai bidang yang akan saya ambil kelak. Apakah langsung mengambil pendidikan dokter spesialis atau mengambil master entah itu didalam ataupun diluar negeri. Trigger mimpi melanjutkan sekolah ini kembali di stimulasi oleh teman-teman saya yang dulu satu angkatan di ITB tengah bersiap berangkat ke Belanda dan Belgia untuk meneruskan pendidikan Master nya. Huuuuuaaaaa....saya iri (ini iri yang boleh kan ya? hehehe..) mimpi inipun kembali tersensitisasi untuk kemudian saya proses agar bisa saya eksekusi (halah..haha.. )



Saya pernah menuliskan mimpi saya untuk melanjutkan pendidikan langsung ke program Ph.D di Jichi Medical School di Jepang. Mimpi saya ini merujuk pada salah satu dosen saya yang sangat saya hormati, dr. Nurul Hiedayati, Ph.D. Menurut sumber yang saya dengan seorang dokter bisa langsung mengambil program doktoral di Jepang, karena profesi dokter telah diakui lebih tinggi dibandingkan sekedar lulusan S1.

Belakangan saya ketahui bahwa banyak negara lain yang juga menerima mahasiswa S1 dalam program doktoralnya. Tentu dengan berbagai ketentuan dan syarat, dan tak mesti dokter. Nah, yang pasti kalo saya sudah selesai jadi dokter maka peluang yang Allah sediakan untuk melanjutkan studi sangat luas karena gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) & gelar profesi dokter (dr.).

Sehingga saya mulai melirik beberapa bidang lain yang saya sukai di negara lain. Saya punyak kecenderungan untuk mendalami bidang teknik kedokteran, kedokteran nuklir, atau radiologi. Bidang-bidang ini sudah lama tertambat dalah hati saya, walau kadang sempat mau lepas ke lain hati seperti Bedah Kardiovaskular dan Spesialis Mata.

Oleh karena itu saya coba menggali informasi mengenai bidang-bidang yang saya sukai itu. Saya mulai banyak mencari informasi beasiswa dan mulai banyak bergabung ke milist beasiswa, group facebook beasiswa dan beberapa buku beasiswa juga saya beli. Tak lain karena saya punya hasrat untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Saya bersyukur punya reminder list mimpi, karenanya saya kembali ingat akan hidup yang terlalu singkat untuk mengerjakan yang kecil-kecil. Dan setelah saya hitung-hitung jika saya menjalani hidup tanpa effort yang kuat untuk mecapai cita-cita, dan keinginan untuk berbuat lebih maka kita telah kehilangan banyak waktu (sekitar 40 tahun hanya untuk tidur dan mengerjakan hal yang tak berguna). Alangkah sialnya saya jika saya sudah mengetahui hal ini saya tetap saja malas mengejar mimpi-mimpi saya yang ternyata lebih banyak dari pada waktu yang tersedia dikala usia saya saat ini 22 tahun.

Sedikit-sedikit informasi beasiswa mulai saya kumpulkan dari beberapa sumber yang tadi saya sebutkan. Dan tak lupa informasi dari teman dari ITB tak lekang saya korek juga. Saya juga membeli buku karya dr. Tony Dwi Susanto, Ph.D berjudul step-step Sukses Meraih Beasiswa dan Buku Kisah-Kisah Inspiratif Penerima Beasiswa. Dalam dua hari kedua buku ini khatam saya baca. Menarik...sebuah proses panjang untuk mendapatkan beasiswa tak ayal harus saya lakoni.

Gambaran terakhir rencana pendidikan saya masih terpaku pada 2 plan :

Plan pertama, selesai menjadi dokter saya ingin melanjutkan pendidikan dokter spesialis radiologi / spesialis kedokteran nuklir di Indonesia dengan biaya pendidikan yang ditanggung beasiswa.

Plan kedua, selesai menjadi dokter saya ingin melanjutkan pendidikan ke luar negeri, terutama ke negara yang membolehkan mahasiswanya untuk bekerja paruh waktu, seperti Australia, Amerika, Kanada, dan lainnya.

Dari kedua plan diatas, saya tentu perlu persiapan ilmu dan dokumen-dokumen penting. Mulai saat ini saya bertekad untuk menyicil berbagai persyaratan yang umumnya diminta untuk aplikasi beasiswa. Mulai dari berkas-berkas transkip nilai yang dilegalisir, ijazah, surat rekomendasi, sertifikat TOEFL (>550), sertifikat-sertifikat penghargaan, motivation letter, dan lain sebagainya.

PR terbesar saya saat ini adalah melancarkan bahasa Inggris saya... hahaha. Jujur bahasa Inggris saya sangat kurang dan perlu dibenahi untuk bisa mencapai skor TOEFL > 550.! Man jadda wa jadda..bismillah..

Pradipta Suarsyaf, S.Ked
Co-Assistant Kepaniteraan Klinik Jiwa
RS Marzoeki Mahdi Bogor


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial