Kamis, 02 Mei 2013

9 Summer 10 Autumns : Jatuh Bangun Hingga Berkilau di New York

Satu lagi karya anak bangsa yang patut dibanggakan telah lahir. Novel berjudul 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan telah menjadi buah bibir sejak dilaunching pada Februari 2011. Novel yang mengisahkan cerita hidup sang penulis ini semakin terkenal dan akhirnya dinobatkan sebagai Buku Fiksi Terbaik Jakarta Book Award 2011 IKAPI DKI Jakarta.

Saya termasuk pembaca yang terlambat membaca buku ini. Baru setelah ada desas-desus akan difilmkannya novel ini saya jadi penasaran, apa yang diangkat dari sebuah novel ini. Saya akhirnya membaca sinopsis filmnya dan tertarik. Saya pun akhirnya membeli bukunya di Gramedia Mega Mall Bekasi. ---intermezzo..Hehe...yoi, saat ini saya sedang koas di RSUD Bekasi ---


Kisah seorang anak sopir angkot yang tak mau nasibnya sama seperti bapaknya. Didikan orang tua menjadi sangat mempengaruhi kehidupannya. Keterbatasan menjadi cambuk baginya agar terus maju dan tak ada kata menyerah. Saya cukup terkesan dengan kegigihan seorang Iwan Setyawan melawan ketakutannya. Bagaimana ia merubah ketakutan menjadi energi untuk mencapai cita-citanya perlu kita contoh. Cerita perjuangannya dari kecil, merantau untuk kuliah di Bogor, kerja keras melebihi batas normal dalam bekerja, hingga akhirnya diterima bekerja di Nielsen New York. Cerita terus berlanjut hingga Iwan dipromosikan mejadi salah satu direktur di perusahaan tersebut, sebuah jenjang yang jarang dipangku oleh dan dipercayakan pada anak bangsa Indonesia.

Selama membaca buku ini terus terang saya cukup dibingungkan dengan alur cerita dan munculnya tokoh bocah dengan pakaian merah putih. Walau pada akhirnya kita akan mengerti setelah membaca keseluruhan novel ini.

Saya perhatikan beberapa tahun ini makin banyak buku-buku bernuansa biografi motivasi yang hadir meramaikan toko-toko buku. Sebuah sinyal kebangkitan bangsa kah? Sebuah sinyalemen akan hadirnya generasi yang terbaik kah? Semoga saja.

Pada 25 April 2013 lalu filmnya ditayangkan, saya pun sudah menontonnya. Yaaa...bagus, semakin memperjelas apa yang kita baca di bukunya. Namun feel nya masih terasa kurang karena terlalu sering bolak-balik alur cerita.

Pada akhirnya saya sangat mengapresiasi hadirnya novel dan filmnya sehingga bisa membangun saya dan bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Semoga...amin.


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial