Senin, 03 September 2012

Terimakasih Modul Dokter Muslim ...

Sebuah tugas yang tak pernah saya kira akan dijadikan sebuah tolak ukur sejauh mana mahasiswa memahami materi kuliah. Tapi saya rasa ini salah satu inovasi dalam metode pembelajaran. Bukankah target pembelajaran adalah mengetahui sejauh mana materi itu berpengaruh terhadap yang diajar. Apalagi ini modul dokter muslim, yang menjadi tolak ukur nampaknya adalah sejauh mana mahasiswa bisa terpengaruh atau bisa berubah menjadi pribadi muslim yang lebih baik, tidak hanya sekedar dibuktikan oleh nilai, tapi juga oleh aksi nyata.


Berawal dari dua buah kata, dokter muslim, saya merasakan bahwa keberadaan modul ini baik secara langsung maupun tidak mempengaruhi cara berfikir saya. Dan semua berawal ketika sang dosen yang saya kagumi, Prof. Ridwan Lubis, dengan penuh semangatnya selalu memberikan pemahaman-pemahaman baru terkait kedokteran dan Islam yang kebanyakan baru saya ketahui setelah beliau menjelaskannya. Penjelasan yang memukau membuat saya interest dalam setiap diskusi dokter muslim yang dihadiri oleh beliau.

Saya berpendapat bahwa inti dari setiap penjelasan Prof. Ridwan Lubis hampir selalu dikembalikan pada Maqasid Asyari'ah. Sebuah risalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad untuk menjadi pertimbangan dalam menetapkan hukum. Ada 5 Maqasid Syari'ah :

1. Memelihara agama
2. Menjamin nyawa
3. Menjamin akal/fikiran
4. Menjamin kehormatan diri
5. Menjamin harta

Dengan Maqasid Syariah mata saya terbuka dan semakin yakin akan sempurnanya agama Islam. Bagaimana tidak, agama ini menjamin 5 hal pokok dalam kehidupan manusia. Dan jika Maqasid Syariah ini dijadikan landasan dalam tidakan medis, maka segala permasalahan akan jauh terlihat simple dan mudah. Itulah Islam, agama yang pada dasarnya tidak ingin mempersulit ummatnya. Demikian seperti yang Nabi Muhammad ajarkan.

Kedokteran Islam dan Barat

Sejak semester satu hingga semester enam saya terus berusaha mengungkap apakah mungkin Kedokteran Barat yang saya pelajari bisa diintegrasikan dengan Kedokteran Islam. Terus menerus mengikuti diskusi setiap modul dan kebetulan saya juga aktif di Forum Mahasiswa Dokter Muslim (FMDM), saya akhirnya menemukan jawabannya di semester 6.

Menurut saya secara prinsip, kedokteran Islam dan Barat tidak akan bisa disatukan. Adalah prinsip dari masing-masinglah yang membuatnya demikian. Kedokteran Barat selalu identik dengan evidence based medicine, semua berdasarkan hasil penelitian dan riset. Setelah yakin penelitian itu bermakna maka barulah suatu hipotesa baru diterima.

Namun ini berbeda dengan Kedokteran Islam. Prinsip yang diajarkan oleh Nabi Muhammad sungguh luhur. Ummatnya diminta untuk yakin seyakin-yakinnya pada Al-Qur'an dan Hadist. Maka ketika sampai berita mengenai ayat keutamaan kurma, minyak zaitu, buah tin, ummat diminta untuk yakin bahwa Al-Qur'an itu benar dan tidak ada keraguan didalamnya. Demikian pula ketika sampai berita hadist bahwa bekam merupakan pengobatan yang dianjurkan karena dapat menyembukan berbagai macam penyakit. Kita sebagai umat Islam diminta yakin dahulu. Padahal baik itu dari al_Qur'an dan juga hadist belum ada penelitian tentangnya. Apakah benar atau tidak.

Barulah setelah 14 abad kemudian banyak penelitian mengenai khasiat dan manfaat dari kurma, buah tin dan juga bekam, dunia mulai mengakuinya. Dan Al-Qur'an serta hadist Nabi benar adanya. Subhanallah..disinilah dasar perbedaannya. 

Saya sempat ingin menangis membayangkan, apa jadinya jika saya terlahir dan hidup dimasa Rasulullah. Dan ketika itu Rasulullah menyampaikan ayat-ayat mengenai keutamaan buah-buahan tadi dan juga keutamaan bekam, mungkinkah saya bisa percaya padanya? mungkinkah saya bisa seyakin Abu Bakar ketika mengetahuinya? Sungguh, mungkin saya akan berkata "Muhammad gila.." dan dari sinilah timbul rasa syukur dalam diri ini terlahir dalam nikmat Iman dan Islam. Terlebih lagi saya terus mendapat masukan yang berarti dari Prof. Ridwan Lubis.

Prof. Ridwan Lubis, yang di overview kemarin menjawab pertanyaan ini,  menerangkan bahwa jalan terbaik adalah meneruskan keyakinan kita akan kebenaran Al-Qur'an dan Sunnah, dan juga menyelaraskan diri dengan kemajuan kedokteran Barat. Metode penelitian yang dilakukan oleh kedokteran Barat adalah sangat baik. Hal ini akan mendukung perkembangan kedokteran Islam juga pada akhirnya.

Dan dari sini saya mencoba mengambil kesimpulan bahwa Kedokteran Islam dan Barat selamanya tak akan bisa bersatu dalam hal prinsip, tapi bisa diintegrasikan ditingkat pengembangan kedokteran itu sendiri. Dan tentunya bagi kita mahasiswa kedokteran Islam yang masih berpacu pada dunia kedokteran barat dengan textbook-textbook nya adalah penting mengintegrasikannya dengan nilai-nilai Islam yang kita yakini. Tentu dengan mempertimbangkan Maqasid Syariah tentunya.

Saya berkembang dengan dokter muslim

Entah tepat atau tidak sub judul diatas. Tapi yang saya rasakan dalam beberapa episode kehidupan saya di PSPD, dokter muslim tengah menjadi bagian hidup saya. Jika saya kaitkan dengan beberapa modul yang baru saja berlalu, saya tentu semakin bersyukur.

Misalkan saat modul Indera saya mendapati begitu luas kenikmatan yang Allah berikan berupa indera penglihatan. Saya berkacamata karena sebuah kecelakaan 8 tahun yang lalu, saat itu saya sempat tidak bisa melihat sama sekali. Benar-benar gelap dan itulah pertama kalinya saya merasakan bagaimana menjadi seorang yang buta. Hingga terapi membuat saya bisa melihat kembali. Saya selalu bersyukur masih diberi kesempatan kedua melihat dunia. Pembahasan di modul dokter muslim kala itu membuat saya tak henti-hentinya menyukuri nikmat kedua mata ini.

Modul reproduksi selalu membuat saya rindu pada Ibu saya. Sebuah mahakarya yang Allah jelaskan dalam Surat Al-MU'minun ayat 12-14 adalah nyata dan proses itu ada dalam perut ibu saya. Pasti saat itu Ibu merasa kelelahan dan sulit. Namun saya yakin tak ada Ibu yang mengeluh dan marah pada anak yang ada dalam kandungannya. Sebuah perjuangan 9 bulan yang tak mungkin bisa saya balas pada Ibu saya. 

Saya bersyukur sepanjang modul ini beserta dengan dokmus nya selalu mengingatkan saya untuk "memohon maaf" pada Ibu saya akan kesalahan-kesalahan saya yang mungkin sudah terlalu banyak.

Berkat modul dokmus pula saya bisa bertemu dengan Mantan Presiden Federation of Islamic Medical Association (FIMA) di Malaysia. Dan saya kembali diingatkan bahwa kita sebagai dokter muslim harus yakin dan berpegang teguh pada Maqasid Syariah. Bahkan saya mendapat cinderamata berupa poster Maqasid Asy-Syari'ah untuk dibawa ke Indonesia. Dan berkat modul dokmus saya dan kawan-kawan bisa sharing mengenai pelaksanaan pendidikan kedokteran berbasis Islam dengan mahasiswa kedokteran di Malaysia pada akhir tahun 2011 lalu.

Pada akhirnya saya yakini bahwa modul ini memberikan dampak yang cukup besar bagi diri saya pribadi. Walaupun pada saat menjalaninya saya tak merasakannya, tapi melalui tugas ini saya merenung dan coba mengaitkan segala hal terkait dokmus yang pernah saya alami. Dan demikinalah yang saya dapati.

Terimakasih untuk Modul Dokter Muslim.



Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial