Minggu, 22 Januari 2012

Dr.Amarullah Siregar Dokter Muslim Naturopati Indonesia

Naturopati, masih menjadi ilmu pengobatan yang belum banyak dikenal di Indonesia. Bahkan sempat dipandang sinis oleh dokter-dokter yang belum mengenalnya. dr Amarullah Hasanuddin Siregar menjadi ahli naturopati dan menjadi satu-satunya dokter yang menerapkan cara pengobatan itu. Naturopati sesuai dengan asal katanya, nature [alami] dan path [lintasan] diartikan sebagai suatu cara pengobatan dengan cara memperbaiki jalan alami tubuh.
 
Sebenarnya, di luar negeri, cara pengobatan ini sudah lama dikenal. Naturopati muncul seiring dengan timbulnya masalah pada cara penanganan penyakit pada ilmu kedokteran lama. Rene Dubos, seorang Profesor Rockfeler University, mengatakan bahwa masyarakat Amerika Serikat tak akan lebih sehat dengan mengonsumsi obat-obatan, bahkan akan mati lebih muda dibanding orangtua meraka.


dr Amarullah, secara kebetulan mengenal naturopati saat studi di Inggris untuk spesialis jantung. Di akhir masa studinya, ia ikut praktek di klinik dan menangani beberapa pasien. Ternyata banyak pasien yang meminta saran untuk ditunjukkan naturopat [ahli naturopati] mana yang cocok untuknya, setelah pengobatan selesai. Mendapat petanyaan itu ia marah, karena masih ada arogansi sebagai dokter dan ketidaktahuannya. Dalam bayangannya, naturopat itu seperti terkun [dokter setengah dukun] yang dulu sempat heboh saat kasus Simon Gunawan.


Lama-kelamaan terbersit dalam pikirannya, “Masak negara maju seperti Inggris percaya kayak gituan? Itulah yang mendorong aku ke perpustakaan,” jelasnya. Di perpustakaan itu, ia menemukan buku-buku tentang naturopati. Kenallah ia dengan ilmu kedokteran yang tugasnya memperbaiki jalan alami tubuh itu. Ia pun menyadari, sebagai spesialis jantung, ia tak bisa menyelesaikan masalah jantung secara tuntas karena tak mengena pada sumbernya. Pasien jantung biasanya diberi obat yang macam-macam untuk mencegah serangan jantung. Tetapi, obat-obatan itu justru menimbulkan masalah baru lagi. Sementara sumber masalah, jalan alami yang mengakibatkan penyakit jantung tidak terselesaikan.


Ketertarikannya pada naturopati, membuatnya ingin mendalami dari orang yang ahli. Kemudian, oleh salah satu dokter di tempatnya belajar, ia direkomendasikan untuk mendalami naturopati ke Amerika. “Di situlah aku semakin mendalami naturopati, dan semakin menyadari betapa besarnya Allah. Banyak kasus-kasus yang sudah mentok, tetapi bahan-bahan alami bisa membuatnya sehat kembali,” ujarnya.

Belajar mendalami naturopati membawanya pada suatu kesimpulan bahwa sebenarnya cara naturopati itu cara hidup Rasulullah Saw. Ia bertekad untuk mempelajari bagaimana Rasulullah Saw dulu menerapkan perilaku hidup sehat. Kebetulan, ia juga dipertemukan dengan Islamic Medical Doctor, sebuah asosiasi dokter-okter muslim di Florida. Banyak kajian-kajian ilmiah tentang bagaimana cara hidup Rasulullah Saw yang diberikan kepadanya. Akhirnya, ia memilih naturopati dengan berbagai spesifikasi menjadi profesinya. Konsekuensinya, ia harus meninggalkan dokter anak dan spesialis jantung, yang menurut banyak orang, adalah ladang penghasilan yang besar. Karena itu ada yang menganggapnya gila, sudah mendapat posisi yang enak, malah ingin menjadi terkun. Tetapi, semua anggapan itu tak menyurutkan niatnya.

Dua tahun tak bergaji

Setelah kembali, pulang ke Indonesia, ada kendala yang membuatnya selama dua tahun luntang-lantung dan tak mendapat gaji. dr Amarullah mengisahkan, dulu, sewaktu berangkat ke Inggris, ia sedang bertugas di Sumatera Utara. Sesuai dengan peraturannya, setelah selesai, ia harus kembali ke induknya itu. Namun demikian, setelah melapor ke Departemen Kesehatan, pejabat Dep-Kes bilang bahwa ilmu yang dikuasai tidak cocok jika harus ditempatkan di daerah. Menurut pejabat itu, posisi yang paling pas untuknya adalah di pusat, Jakarta. Berdasarkan prosedur yang berlaku, ia harus meminta surat “lolos butuh” dari Dinas Kesehatan Daerah Sumatera Utara.

Surat “lolos butuh” sudah diperoleh, dan sudah resmi keluar dari Daerah Sumatera Utara. Ternyata, sampai di Jakarta masih menunggu penempatan. Ditawarkan ke litbang, tidak bisa, ke direktorat pelayanan medik dan pelayanan kesehatan masyarakat, juga tidak bisa. “Dua tahun lebih nggak menerima gaji. Gaji di daerah sudah distop, sementara di Jakarta masih belum ada penempatan. Sebenarnya pihak Dep-Kes sudah mengerti, tetapi masih bingung menempatkan di mana.”

Akhirnya, ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil. Tetapi, surat pengunduran dirinya tak diterima. Statusnya menjadi tidak jelas, pegawai negeri bukan, karena tak ada penempatan. Keluar dari pegawai negeri juga tidak, karena belum ada surat keputusan. Di tengah kebingungan posisinya, ia berinisiatif untuk mengurus ijin praktek. Ijin praktek pun juga sulit keluar. Ijin praktek bisa dikeluarkan jika ada rekomendasi dari induk spesialisnya. Padahal di Indonesia belum ada spesialis naturopati. Ijin praktek dokter jantung tidak diterimanya, “Kalau aku melayani anak-anak, berarti malpraktek dong.” Setelah dipertimbangkan, ijin praktek yang keluar adalah sebagai dokter umum. “Bodo amat, semua bisa ditangani. Yang penting aku bisa praktek,” kenangnya.

Tekad dr Amarullah untuk terus menekuni naturopati membuahkan hasil. Ia akhirnya diminta menjadi konsultan, membantu pemerintah dalam pembuatan peraturan mengenai pengobatan tradisional dan pengobatan komplementer. Saat ini, ia diminta menyusun semacam guideline sebagai konsultan ahli untuk WHO dari Dep-Kes. “Aku bilang kepada direktur di Direktorat, sekarang bayaranku lebih mahal dibanding menjadi dokter pegawai negeri. Kalau dulu Ibu tinggal perintah, sekarang, Ibu harus meminta ke saya,” katanya sambil tersenyum. Ia ditawari kembali untuk mengurus posisinya sebagai pegawai negeri, tetapi tidak mau, karena sudah terlanjur menyukai profesi yang sekarang, bebas, tak ada yang mengikat.

dr Amarullah sempat diberi wejangan dari mendiang ayahnya, kalau memang harus bekerja di luar negeri dan tidak kembali, ayahnya rela. Ia menjawab, “Ah, nggak Yah. Ayah sejak awal sudah mengingatkan, iman, ilmu, dan amal. Lebih baik, aku mengamalkan ini di negeri sendiri, meski secara materi kurang, tetapi kepuasan melayani terasa beda,” kenangnya. Melihat tekadnya itu, ayahnya mengatakan agar selalu bersabat. Perkataan ayahnya tidak salah, ilmu yang dikuasainya itu bisa disebarluaskan setelah diperbolehkan mengajar di perguruan tinggi oleh Dep-Kes. Direktur Pasca Sarjana Universitas Indonesia sudah memintanya, namun, Fakultas Kedokteran belum siap. Ia tidak gegabah menjadikan naturopati menjadi spesialis, meski sejak tahun 80-an sudah menjadi cabang spesialis di luar negeri. Paling tidak, saat ini sudah menjadi mata ajar para dokter.
Belajar sampai Madinah
Ada kisah menarik saat dr Amarullah mendalami cara hidup Rasulullah Saw sebagai dasar dari naturopati. Pada tahun 2004, ia diberi kesempatan Allah untuk menunaikan ibadah haji, dan kebetulan ustad Syafiq sebagai pembimbingnya. Ia merasa nyaman dibimbing Ustad Syafiq. Terjadi banyak diskusi antara ia dengannya. Akhirnya Ustad Syafiq mengetahui minatnya. Waktu haji itu belum terjadi apa-apa, karena sibuk menjalankan rukun haji.

Tahun berikutnya, ia melaksanakan umrah dan meminta kepada travel yang sama untuk dibimbing Ustad Syafiq lagi. Saat umrah itu tidak banyak kegiatan yang harus ia jalani. Ustad Syafiq mengajaknya ke suatu tempat. “Ke mana Ustad?” tanyanya. “Sudahlah ikut saja, akan saya tunjukan sesuatu kepada Anda,” jawab Ustad Syafiq. Ternyata, ia dibawa ke sebuah perpustakaan di Masjid Nabawi. Ustad Syafiq punya akses ke perpustakaan itu karena ia berstatus mahasiswa. Dari banyak deretan buku, diambilnya satu untuk ditunjukkan kepada dr Amarullah, dibaca dan diterjemahkannya. Ternyata buku itu tentang hidup Rasulullah Saw. Ustad Syafiq bilang bahwa Rasulullah Saw dulu kalau tidur begini. Ia terkejut, apa yang dipraktekkan Rasulullah Saw ternyata sama seperti teori sleep medicine, cara tidur yang banyak dianjurkan pakar kesehatan. Tidur seperti itu akan meningkatkan growth hormone yang berfungsi untuk merestorasi sel. Sejak saat itu ia bertekad, bagaimanapun ia harus mempelajari buku-buku itu.

“Setiap tahun, aku berdoa untuk mendapat rezeki agar bisa umrah.” Tak seperti umrah pada umumnya, ia meminta satu minggu penuh berada di Madinah bersama ustad Syafiq untuk mempelajari buku-buku itu. Ada 40 buku tentang Rasulullah Saw, meski tak semuanya tentang perilaku sehat Rasulullah, tetapi perilaku ibadahnya juga sangat berguna buatnya. Ia juga membawa buku-buku untuk dicocokkan dengan buku-buku di perpustakaan itu. Ustad Syafiq juga menguasai ilmu hadits dan mahzab sehingga bisa diajak berdiskusi. Hubungan dengan Ustad Syafiq berlanjut sampai sekarang. “Terkadang aku memintanya untuk datang ke Indonesia, berdiskusi dengan teman-teman yang ada di sini.”

dr Amarullah tertarik juga membuat buku tentang naturopati ini, tetapi karena kesibukannya, niat tersebut belum kesampaian sampai sekarang. Pernah juga ada yang menawari untuk menulis bukunya. Ada seseorang dari salah satu majalah di Jakarta yang tertarik membuatnya, sudah diskusi banyak dengannya, tetapi buku itu belum juga bisa terwujud. “Mungkin karena sama-sama sibuk.”

Pembahasan tentang kesehatan dalam Islam yang hanya satu sisi ini, sangat luas. Ia memperkirakan, kalau sudah terwujud dalam buku, bisa ada tiga jilid buku. Bukan dari cara hidup Rasulullah Saw yang cocok dengan teori kesehatan sekarang, tetapi juga bagaimana cara ibadahnya juga bisa dijelaskan secara ilmu pengetahuan. “Sadarkah kita bahwa shalat kita yang seperti patok ayam itu tidak baik buat sendi-sendi? Sering yang kita lihat, hanya dari sisi spiritualnya saja. Padahal tuma’ninah itu pun secara kesehatan bisa dijelaskan manfaatnya.” Ia punya keinginan agar cara hidup sehat ala Rasulullah ini bisa diketahui banyak orang. Selain melalui pembuatan buku, ia juga berharap pada peran media untuk menyebarkannya.

Sumber : http://alifmagz.com


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial