Naturopati, masih menjadi ilmu
pengobatan yang belum banyak dikenal di Indonesia. Bahkan sempat
dipandang sinis oleh dokter-dokter yang belum mengenalnya. dr Amarullah Hasanuddin Siregar
menjadi ahli naturopati dan menjadi satu-satunya dokter yang menerapkan
cara pengobatan itu. Naturopati sesuai dengan asal katanya, nature
[alami] dan path [lintasan] diartikan sebagai suatu cara pengobatan dengan cara memperbaiki jalan alami tubuh.
Sebenarnya, di luar negeri, cara
pengobatan ini sudah lama dikenal. Naturopati muncul seiring dengan
timbulnya masalah pada cara penanganan penyakit pada ilmu kedokteran
lama. Rene Dubos, seorang Profesor Rockfeler University, mengatakan
bahwa masyarakat Amerika Serikat tak akan lebih sehat dengan mengonsumsi
obat-obatan, bahkan akan mati lebih muda dibanding orangtua meraka.
dr Amarullah,
secara kebetulan mengenal naturopati saat studi di Inggris untuk
spesialis jantung. Di akhir masa studinya, ia ikut praktek di klinik dan
menangani beberapa pasien. Ternyata banyak pasien yang meminta saran
untuk ditunjukkan naturopat [ahli naturopati] mana yang cocok untuknya,
setelah pengobatan selesai. Mendapat petanyaan itu ia marah, karena
masih ada arogansi sebagai dokter dan ketidaktahuannya. Dalam
bayangannya, naturopat itu seperti terkun [dokter setengah dukun] yang
dulu sempat heboh saat kasus Simon Gunawan.
Lama-kelamaan terbersit dalam
pikirannya, “Masak negara maju seperti Inggris percaya kayak gituan?
Itulah yang mendorong aku ke perpustakaan,” jelasnya. Di perpustakaan
itu, ia menemukan buku-buku tentang naturopati. Kenallah ia dengan ilmu
kedokteran yang tugasnya memperbaiki jalan alami tubuh itu. Ia pun
menyadari, sebagai spesialis jantung, ia tak bisa menyelesaikan masalah
jantung secara tuntas karena tak mengena pada sumbernya. Pasien jantung
biasanya diberi obat yang macam-macam untuk mencegah serangan jantung.
Tetapi, obat-obatan itu justru menimbulkan masalah baru lagi. Sementara
sumber masalah, jalan alami yang mengakibatkan penyakit jantung tidak
terselesaikan.
Ketertarikannya pada naturopati,
membuatnya ingin mendalami dari orang yang ahli. Kemudian, oleh salah
satu dokter di tempatnya belajar, ia direkomendasikan untuk mendalami
naturopati ke Amerika. “Di situlah aku semakin mendalami naturopati, dan
semakin menyadari betapa besarnya Allah. Banyak kasus-kasus yang sudah
mentok, tetapi bahan-bahan alami bisa membuatnya sehat kembali,”
ujarnya.
Belajar mendalami naturopati membawanya
pada suatu kesimpulan bahwa sebenarnya cara naturopati itu cara hidup
Rasulullah Saw. Ia bertekad untuk mempelajari bagaimana Rasulullah Saw
dulu menerapkan perilaku hidup sehat. Kebetulan, ia juga dipertemukan
dengan Islamic Medical Doctor, sebuah asosiasi dokter-okter muslim di
Florida. Banyak kajian-kajian ilmiah tentang bagaimana cara hidup
Rasulullah Saw yang diberikan kepadanya. Akhirnya, ia memilih naturopati
dengan berbagai spesifikasi menjadi profesinya. Konsekuensinya, ia
harus meninggalkan dokter anak dan spesialis jantung, yang menurut
banyak orang, adalah ladang penghasilan yang besar. Karena itu ada yang
menganggapnya gila, sudah mendapat posisi yang enak, malah ingin menjadi
terkun. Tetapi, semua anggapan itu tak menyurutkan niatnya.
Dua tahun tak bergaji
Setelah kembali, pulang ke Indonesia, ada kendala yang membuatnya selama dua tahun luntang-lantung dan tak mendapat gaji. dr Amarullah
mengisahkan, dulu, sewaktu berangkat ke Inggris, ia sedang bertugas di
Sumatera Utara. Sesuai dengan peraturannya, setelah selesai, ia harus
kembali ke induknya itu. Namun demikian, setelah melapor ke Departemen
Kesehatan, pejabat Dep-Kes bilang bahwa ilmu yang dikuasai tidak cocok
jika harus ditempatkan di daerah. Menurut pejabat itu, posisi yang
paling pas untuknya adalah di pusat, Jakarta. Berdasarkan prosedur yang
berlaku, ia harus meminta surat “lolos butuh” dari Dinas Kesehatan
Daerah Sumatera Utara.
Surat “lolos butuh” sudah diperoleh, dan
sudah resmi keluar dari Daerah Sumatera Utara. Ternyata, sampai di
Jakarta masih menunggu penempatan. Ditawarkan ke litbang, tidak bisa, ke
direktorat pelayanan medik dan pelayanan kesehatan masyarakat, juga
tidak bisa. “Dua tahun lebih nggak menerima gaji. Gaji di daerah sudah
distop, sementara di Jakarta masih belum ada penempatan. Sebenarnya
pihak Dep-Kes sudah mengerti, tetapi masih bingung menempatkan di mana.”
Akhirnya, ia memutuskan untuk
mengundurkan diri dari pegawai negeri sipil. Tetapi, surat pengunduran
dirinya tak diterima. Statusnya menjadi tidak jelas, pegawai negeri
bukan, karena tak ada penempatan. Keluar dari pegawai negeri juga tidak,
karena belum ada surat keputusan. Di tengah kebingungan posisinya, ia
berinisiatif untuk mengurus ijin praktek. Ijin praktek pun juga sulit
keluar. Ijin praktek bisa dikeluarkan jika ada rekomendasi dari induk
spesialisnya. Padahal di Indonesia belum ada spesialis naturopati. Ijin
praktek dokter jantung tidak diterimanya, “Kalau aku melayani anak-anak,
berarti malpraktek dong.” Setelah dipertimbangkan, ijin praktek yang
keluar adalah sebagai dokter umum. “Bodo amat, semua bisa ditangani.
Yang penting aku bisa praktek,” kenangnya.
Tekad dr Amarullah untuk terus menekuni
naturopati membuahkan hasil. Ia akhirnya diminta menjadi konsultan,
membantu pemerintah dalam pembuatan peraturan mengenai pengobatan
tradisional dan pengobatan komplementer. Saat ini, ia diminta menyusun
semacam guideline sebagai konsultan ahli untuk WHO dari Dep-Kes. “Aku
bilang kepada direktur di Direktorat, sekarang bayaranku lebih mahal
dibanding menjadi dokter pegawai negeri. Kalau dulu Ibu tinggal
perintah, sekarang, Ibu harus meminta ke saya,” katanya sambil
tersenyum. Ia ditawari kembali untuk mengurus posisinya sebagai pegawai
negeri, tetapi tidak mau, karena sudah terlanjur menyukai profesi yang
sekarang, bebas, tak ada yang mengikat.
dr Amarullah
sempat diberi wejangan dari mendiang ayahnya, kalau memang harus
bekerja di luar negeri dan tidak kembali, ayahnya rela. Ia menjawab,
“Ah, nggak Yah. Ayah sejak awal sudah mengingatkan, iman, ilmu, dan
amal. Lebih baik, aku mengamalkan ini di negeri sendiri, meski secara
materi kurang, tetapi kepuasan melayani terasa beda,” kenangnya. Melihat
tekadnya itu, ayahnya mengatakan agar selalu bersabat. Perkataan
ayahnya tidak salah, ilmu yang dikuasainya itu bisa disebarluaskan
setelah diperbolehkan mengajar di perguruan tinggi oleh Dep-Kes.
Direktur Pasca Sarjana Universitas Indonesia sudah memintanya, namun,
Fakultas Kedokteran belum siap. Ia tidak gegabah menjadikan naturopati
menjadi spesialis, meski sejak tahun 80-an sudah menjadi cabang
spesialis di luar negeri. Paling tidak, saat ini sudah menjadi mata ajar
para dokter.
Belajar sampai Madinah
Ada kisah menarik saat dr Amarullah
mendalami cara hidup Rasulullah Saw sebagai dasar dari naturopati. Pada
tahun 2004, ia diberi kesempatan Allah untuk menunaikan ibadah haji,
dan kebetulan ustad Syafiq sebagai pembimbingnya. Ia merasa nyaman
dibimbing Ustad Syafiq. Terjadi banyak diskusi antara ia dengannya.
Akhirnya Ustad Syafiq mengetahui minatnya. Waktu haji itu belum terjadi
apa-apa, karena sibuk menjalankan rukun haji.
Tahun berikutnya, ia melaksanakan umrah
dan meminta kepada travel yang sama untuk dibimbing Ustad Syafiq lagi.
Saat umrah itu tidak banyak kegiatan yang harus ia jalani. Ustad Syafiq
mengajaknya ke suatu tempat. “Ke mana Ustad?” tanyanya. “Sudahlah ikut
saja, akan saya tunjukan sesuatu kepada Anda,” jawab Ustad Syafiq.
Ternyata, ia dibawa ke sebuah perpustakaan di Masjid Nabawi. Ustad
Syafiq punya akses ke perpustakaan itu karena ia berstatus mahasiswa.
Dari banyak deretan buku, diambilnya satu untuk ditunjukkan kepada dr
Amarullah, dibaca dan diterjemahkannya. Ternyata buku itu tentang hidup
Rasulullah Saw. Ustad Syafiq bilang bahwa Rasulullah Saw dulu kalau
tidur begini. Ia terkejut, apa yang dipraktekkan Rasulullah Saw ternyata
sama seperti teori sleep medicine, cara tidur yang banyak dianjurkan
pakar kesehatan. Tidur seperti itu akan meningkatkan growth hormone yang
berfungsi untuk merestorasi sel. Sejak saat itu ia bertekad,
bagaimanapun ia harus mempelajari buku-buku itu.
“Setiap tahun, aku berdoa untuk mendapat
rezeki agar bisa umrah.” Tak seperti umrah pada umumnya, ia meminta
satu minggu penuh berada di Madinah bersama ustad Syafiq untuk
mempelajari buku-buku itu. Ada 40 buku tentang Rasulullah Saw, meski tak
semuanya tentang perilaku sehat Rasulullah, tetapi perilaku ibadahnya
juga sangat berguna buatnya. Ia juga membawa buku-buku untuk dicocokkan
dengan buku-buku di perpustakaan itu. Ustad Syafiq juga menguasai ilmu
hadits dan mahzab sehingga bisa diajak berdiskusi. Hubungan dengan Ustad
Syafiq berlanjut sampai sekarang. “Terkadang aku memintanya untuk
datang ke Indonesia, berdiskusi dengan teman-teman yang ada di sini.”
dr Amarullah
tertarik juga membuat buku tentang naturopati ini, tetapi karena
kesibukannya, niat tersebut belum kesampaian sampai sekarang. Pernah
juga ada yang menawari untuk menulis bukunya. Ada seseorang dari salah
satu majalah di Jakarta yang tertarik membuatnya, sudah diskusi banyak
dengannya, tetapi buku itu belum juga bisa terwujud. “Mungkin karena
sama-sama sibuk.”
Pembahasan tentang kesehatan dalam Islam
yang hanya satu sisi ini, sangat luas. Ia memperkirakan, kalau sudah
terwujud dalam buku, bisa ada tiga jilid buku. Bukan dari cara hidup
Rasulullah Saw yang cocok dengan teori kesehatan sekarang, tetapi juga
bagaimana cara ibadahnya juga bisa dijelaskan secara ilmu pengetahuan.
“Sadarkah kita bahwa shalat kita yang seperti patok ayam itu tidak baik
buat sendi-sendi? Sering yang kita lihat, hanya dari sisi spiritualnya
saja. Padahal tuma’ninah itu pun secara kesehatan bisa dijelaskan
manfaatnya.” Ia punya keinginan agar cara hidup sehat ala Rasulullah ini
bisa diketahui banyak orang. Selain melalui pembuatan buku, ia juga
berharap pada peran media untuk menyebarkannya.
Sumber : http://alifmagz.com
Sumber : http://alifmagz.com
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar...