Selasa, 02 Agustus 2011

The Power of Kepepet

Oleh : Ryan Alfian Noor, ST

Jurus ini memang cespleng. Saya tidak tahu darimana kata kepepet itu berasal. Entah dari bahasa Sansekerta, bahasa Melayu, bahasa Belanda, atau bahasa lainnya, tetapi yang pasti, kepepet telah membantu banyak orang keluar dari permasalahan hidupnya. Ada yang kepepet menjadi wirausaha, kepepet keluar negeri, kepepet menikah, dan kepepet-kepepet lainnya.



Sebenarnya kepepet merupakan perpaduan antara keberanian, nekad (bukan tekad loh..), serta keterdesakan. Biasanya kepepet hanya bisa hadir ketika ada sebuah hal yang tidak bisa ditunda, dan harus sesegera mungkin untuk dieksekusi. Intinya kita benar-benar terpojok sehingga mau tidak mau kita harus melakukannya. Jika tidak, akan terjadi suatu malapetaka yang tidak kita inginkan.

Setiap manusia pasti pernah kepepet dalam hidupnya. Misalnya saat sekolah, pernah disuatu saat Anda baru tahu bahwa akan ada ujian tertulis suatu mata pelajaran besok hari. Mau tidak mau, Anda sesegera mungkin memaksimalkan waktu Anda, pikiran Anda, konsentrasi Anda untuk belajar, belajar dan terus belajar bukan? Entah berasal darimana, yang pasti ada semacam kekuatan aneh yang membantu Anda melakukan hal tersebut dengan fokus dan maksimal.

Bisa juga dengan contoh lain yang lebih ekstrim. Disuatu saat orang tua Anda sedang sakit dan mesti di operasi, Anda dihadapkan dengan permasalahan biaya operasi yang biayanya bukan main mahalnya. Dalam keadaan ini, apakah Anda akan berpangku tangan saja dengan keadaan ini atau bergiat mencari pendanaan tersebut dengan cara-cara yang lain? Saya kira, jika Anda memiliki rasa sayang pada orang tua Anda, Anda akan memilih pilihan kedua. Bagaimanapun caranya, Anda harus dapatkan pendanaan biaya operasi. Hal itu adalah harga mati.

Lalu yang jadi pertanyaan, apakah the power of kepepet ini hanya benar bisa digunakan saat keadaan sudah terdesak? Tidakkah ada sebuah cara menghadirkan kekuatan kepepet tadi menjadi kekuatan keseharian kita sehingga banyak pekerjaan kita yang bisa dioptimalkan. Menurut Jaya Setiabudi, satu-satunya cara untuk menimbulkan kepepetan -saya tidak tahu bahasa yang lebih baik daripada ini- dalam diri ini adalah selalu membuat diri kita merasa terdesak.

Terdesak yang dimaksud disini bisa berupa terdesak dalam arti sebenarnya atau bisa juga dalm arti didalam pikiran saja. Dengan menimbulkan keterdesakan dalam hidup kita, kita dapat memaksimalkan pekerjaan kita yang mungkin biasanya pekerjaan itu sering kita tunda atau kita remehkan.

Jika Anda adalah orang yang sering tidak menghargai sebuah makna waktu luang, maka sibukkanlah diri Anda pada berbagai kegiatan bermanfaat sehingga nantinya Anda akan mengerti pentingnya sebuah waktu luang. Jika Anda merupakan seorang manusia yang sering ragu dalam mengambil keputusan, maka bayangkanlah bagaimana konsekuensi yang akan Anda ganjar ketika Anda semakin lama untuk memutuskan. Begitu seterusnya.

Ada satu lagi cara yang saya dapatkan untuk membuat kepepetan hidup Anda dapat menjadi maksimal, yaitu dengan merantau. Ya, merantau adalah sebuah cara yang efektif untuk memutus zona lingkungan nyaman Anda ke sebuah zona lingkungan yang membuat Anda berada dalam suasana baru, menantang, dan juga penuh keterdesakkan. Ada banyak manusia di dunia ini yang menggunakan cara ini untuk mengubah hidupnya -atau paling tidak memperbaiki suasana hatinya-. Dengan demikian, mau tidak mau kepepet pun pasti akan hadir di lingkungan baru Anda setiap harinya.

Pada akhirnya, sebenarnya saya hanya ingin menegaskan bahwa kepepet merupakan sebuah ejawantah dari bentuk penghargaan kita terhadap sesuatu. Kadangkala kita lupa bahwa waktu, kesehatan, orang yang kita kasihi, kesempatan, seringkali kita lewatkan atau kurang pedulikan kehadirannya sampai akhirnya hal itu semua pergi dan baru membuat kita sadar. Mudah-mudahan kita belum terlambat. Selamat memepetkan diri Anda.


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial