Senin, 11 Juli 2011

Sang Teladan Kesehatan

Satu kata : Wow! buat tampilan dashboard blogger yang baru. Tampilan yang disuguhkan benar-benar berbeda dan terlihat lebih friendly. Semoga dengan tampilan yang baru ini saya bisa terus berkarya dan mengisi hidup dengan hal-hal yang berguna. Oiya, saya ucapkan selamat buat sahabat saya Adi Heryadi yang sudah mulai exist dengan blog nya http://www.abdihilap.com. Semoga makin exist dan makin bermanfaat buat orang banyak Bro!!! haha..

Saya ingin share mengenai sosok-sosok manusia yang sangat berjasa bagi lingkungannya khususnya di bidang yang saya geluti yaitu kesehatan. Saya mendapatkannya dari sini. Sebuah program pemilihan sosok teladan dalam bidang kesehatan yang digelar oleh perusahaan obat - Decolgen.


1. Eulis Rosmiati




Kisahnya Silakan Klik Disini 

Penugasannya sebagai bidan, telah membawa Eulis muda ke desa Ujung Genteng - sebuah desa terpencil dengan garis pantai yang indah di pesisir selatan Jawa Barat. Saat itu - tahun 1991, Eulis muda yang belum lama menyelesaikan pendidikannya sebagai bidan di Bandung, sempat mengalami pergumulan sesaat sebelum memutuskan menerima penugasan di daerah yang berkarakteristik berbeda dengan daerah asalnya tersebut.

Minimnya sarana dan infrastruktur, sulitnya medan yang harus ditempuh, membuat Eulis muda hampir menyerah pada saat itu. Namun kondisi yang sulit tersebut justru menjadi pemacu semangat pengabdian luar biasa yang tersembunyi di dalam diri Eulis.
Eulis menyadari bahwa di daerah yang kondisi geografisnya tidak mudah tersebut, warga sangat mengandalkan kehadiran Eulis yang dituntut untuk sanggup memberikan beragam solusi pada permasalahan kesehatan warga, bukan hanya melulu pada proses persalinan.
Ujung Genteng sendiri merupakan wilayah desa seluas 1.870 HA, dengan 4.438 penduduk, 1.251 KK di mana 58% di antaranya adalah keluarga Pra KS (Pra Keluarga Sejahtera) dan KS1 (Keluarga Sejahtera1). Sebelum Eulis memulai programnya, hanya ada 40% KK yang memiliki WC. Jarak ke Puskesmas terdekat saat ini pun adalah 30 Km, yang harus ditempuh dalam waktu ½ - 1 jam pada siang hari, dengan ongkos transport Rp 50,000,- Melihat kondisi sanitasi yang buruk, dan pola pikir warga yang belum menganggap kesehatan sebagai suatu prioritas penting, Eulis tergerak untuk mengambil berbagai inisiatif perbaikan kesehatan bagi warganya.
Program yang dibuat Eulis selalu didasari oleh pemahaman akan kebiasaan dan tingkat kemampuan warga desanya. Sosialisasi gagasan dilakukan dengan penyuluhan dalam berbagai pertemuan rutin, hingga sanggup mengubah ketidakmengertian warga menjadi sambutan yang positif atas semua program yang diusulkan.

Beberapa program yang berhasil diciptakan Eulis di desa tempat tinggalnya antara lain adalah: Kelompok arisan WC yang dimulai sejak 1998, dan kredit WC di tahun 2011, yang hingga saat ini berhasil meningkatkan jumlah WC di tiap-tiap RT, sehingga hanya tinggal sekitar 5-10% KK saja yang tidak mempunyai WC.
Eulis juga menciptakan program arisan yang dimaksudkan sebagai dana cadangan saat diperlukan mendadak untuk pengobatan atau melahirkan. Eulis memberikan nama yang unik untuk masing-masing programnya, berdasarkan pada kemampuan dan mata pencaharian masing-masing penduduk di desa Ujung Genteng. Program itu antara lain diberi nama:

o Seliber (seliter beras) yaitu pengumpulan beras bagi para warga yang bekerja sebagai petani, dengan cara mengumpulkan 2 sendok beras setiap harinya (pagi dan sore), sehingga setiap bulannya diperoleh 60 sendok beras yang setara dengan seliter beras.
o Meronce Kasih: program bagi para nelayan, dengan cara mengumpulkan sekilo ikan dengan kualitas paling rendah setiap pergi melaut.
o Limaribu Kasih: program bagi para buruh penambang pasir untuk mengumpulkan uang sejumlah Rp 5,000,- setiap bulannya.
o Sagandu Saminggu (Gandu = takaran gula aren): pengumpulan sisa kerak pada cetakan gula aren bagi para penyadap gula aren. Dari kegiatan ini dapat dikumpulkan sekitar 4 gandu (sekitar 2 kg) setiap bulannya.

Tanpa pernah melalaikan tugas utamanya sebagai bidan, Eulis senantiasa memperhatikan kesehatan dan kesiapan ibu hamil agar dapat menjalani persalinan yang sehat dan selamat. Eulis menggagas program Rumah Singgah, yaitu pemberdayaan rumah warga sebagai tempat persalinan yang layak untuk ibu bersalin. Gagasan rumah singgah timbul pada Eulis karena pengalaman Eulis mengantarkan seorang ibu bersalin yang dalam keadaan kritis dan harus mendapatkan pertolongan di Puskesmas terdekat pada malam hari dan hujan. Karena medan yang berat, mobil terperosok di salah satu ruas jalan sehingga Eulis membangunkan hampir seluruh warga RT untuk membantu membebaskan mobil yang terjebak di lumpur selama hampir 1 jam. Dari pengalaman tersebut, Eulis mengadakan pendekatan dengan warga, sehingga ada beberapa orang yang bersedia menyediakan rumahnya sebagai rumah bersalin dengan fasilitas dan kondisi yang lebih layak dari pada melahirkan di rumah masing-masing warga. Eulis juga rutin mengadakan Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) yaitu tabungan rutin di Posyandu atau pada kader, bagi ibu hamil untuk persiapan dana saat melahirkan dan juga menciptakan arisan ibu bersalin untuk mengumpulkan dana bagi kelompok ibu hamil di suatu RT, misalnya Rp 1000,-/ hari/ orang (Rp 30,000,-/ bulan/ orang), yang akan diberikan kepada ibu yang melahirkan terlebih dahulu.

Tidak mau dibatasi oleh akses desanya yang sulit, Eulis menggugah warga untuk mendukung program Ambulan desa, yaitu pemberdayaan kendaraan warga sebagai bantuan untuk mengantarkan ibu hamil, pasien yang sakit, ke rumah singgah terdekat, atau bahkan ke Poskesdes maupun Puskesmas. Bisa merupakan mobil, motor, ataupun atau apapun kendaraan warga yang bersedia untuk digunakan bagi warga yang memerlukan kapanpun juga.

Eulis juga secara kreatif menciptakan program donor darah desa yang diawali dari pemikiran akan sulitnya mendapatkan darah dengan golongan yang diperlukan saat darurat. Eulis melakukan pemeriksaan dan pendaftaran jenis darah dari warga sehingga pada saat darurat, telah tersiap donor yang sesuai. Program lain yang tak kalah bermanfaatnya adalah Melatih Harum (Menanami lahan tidur dan halaman rumah) agar tanah kosong dapat bermaanfaat misalnya sebagai tanaman obat keluarga atau sumber sayuran. Penduduk juga dilatih untuk mendukung gerakan tempat sampah yang diciptakan oleh Eulis, yaitu pembuatan 2 lubang sampah di rumah warga yaitu bagi sampah organic dan sampah anorganik. Meskipun bukan hal yang mudah untuk mengubah perilaku warga dalam membuang sampah.

Eulis sempat mengalami suatu pengalaman yang sangat mengharukan saat mengantarkan seorang pasien mencari pelayanan rumah sakit hingga ke Kabupaten Sukabumi, dan akhirnya ke Bogor. Eulis harus menempuh perjalanan selama 2 hari tanpa persiapan, karena beberapa kali rumah sakit yang dituju tidak dapat menampung pasien tersebut.

Saat ini warga desa Ujung Genteng telah merasakan manfaat yang dihasilkan dari pemikiran Eulis yang kritis dan penuh inovasi. Kegigihan Eulis dan pengabdiannya yang sungguh telah meningkatkan taraf kesehatan warga di desa terpencil itu. Eulis berharap agar suatu hari nanti, di desanya dapat dibangun sebuah Puskesmas, sehingga dalam keadaan darurat, rujukan kesehatan tidak perlu dilakukan terlalu jauh ke Kecamatan Ciracap dengan medan yang sulit.



2. Aisah Dahlan




Kisahnya Silakan Klik Disini 

Didasari oleh pengalaman Aisah mencari tempat rehabilitasi bagi salah seorang anggota keluarganya yang mencandu narkoba, Aisah tergerak untuk mengabdikan dirinya di bidang rehabilitasi narkoba dan mengentaskan para pecandu narkoba dari ketergantungannya atas obat-obatan terlarang itu.

Saat salah seorang anggota keluarganya terjerumus dalam ketergantungan narkoba di tahun 1989, saat itu Aisah yang masih mengecap pendidikan sebagai mahasiswa kedokteran, tidak terlalu paham akan apa yang harus dilakukan, bahkan hingga saat Aisah menjadi dokter, tindakan pertolongan yang tepat pun belum terlalu dipahaminya saat itu. Padahal Aisah sangat terbeban untuk dapat menyembuhkan anggota keluarganya dari jerat barang terlarang itu.

Akhirnya saudara Aisah mendapatkan pertolongan di salah satu klinik rehabilitasi yang terkenal di Malaysia. Meskipun mengalami kesembuhan, keluarga Aisah diingatkan, bahwa bekas pecandu akan beresiko untuk terjerumus kembali ke dalam penggunaan obat-obatan terlarang apabila mengalami depresi atau suatu kejadian yang membuat semangatnya terpuruk.

Sejak peristiwa itu, suami Aisah mendorongnya untuk menekuni penanganan para penderita narkoba. Pasangan suami istri ini dapat merasakan kesulitan yang dialami oleh keluarga pecandu lainnya yang harus mencari tempat rehabilitasi bagi anggota keluarganya. Dimulai dari tugasnya di salah satu rumah sakit swasta di daerah Jakarta Timur, Aisah ditugaskan untuk menangani unit khusus penanggulangan narkoba. Dari sana Aisah mulai bergaul dengan para pecandu, dan berusaha memahami perasaan yang mereka rasakan, terutama memahami betapa tidak mudahnya berjuang melawan perasaan ketagihan.

Pada tahun 1998, Aisah berinisiatif untuk mendirikan paguyuban yang ia namai sebagai 'Sahabat Rekan Sebaya' yang kemudian berubah menjadi 'Yayasan Sahabat Rekan Sebaya' (YSRS) atas desakan dari orang-orang sekitarnya untuk melegalkan paguyuban yang sudah lama dibentuknya. Aisah mempunyai cara yang cukup unik untuk mengentaskan dan membebaskan para pecandu narkoba dari ketergantungannya. Ada tiga tahap yang biasanya harus dilalui para pecandu, yaitu detoksifikasi, rehabilitasi, dan fase after care. Detoksifikasi harus dilakukan pada para pecandu narkoba, dan menurut Aisah ini merupakan fase yang terberat. Keluhan simptomatis yang dialami oleh para pecandu yang harus mengalami gejala putus obat ini, ditangani Aisah dengan menggunakan obat-obatan sederhana. Tetapi Aisah melibatkan para mantan pecandu untuk terlibat meringankan beban penderitaan dari temannya yang sedang berjuang memutuskan ketagihannya. Mulai dari pendampingan, mengajak berbincang-bincang, memijat, hingga melakukan aktivitas yang dapat membantu pasien melupakan rasa sakit akibat ketagihan zat kimia dari narkoba.

Untuk melakukan rehabilitasi, Aisah menerapkan metoda Therapeutic Community, di mana peranan kesembuhan bekas pecandu akan 90% tergantung kepada peranan teman-teman sebaya yang pernah mengalami adiksi yang sama. Sedangkan sisanya 10% akan tergantung kepada keluarga. Dalam jangka waktu 6 bulan, bekas pecandu akan diajarkan untuk menata kembali hidupnya, melawan bujuk rayu yang membawa mereka terjerumus kembali, menata emosinya, dan juga mengobarkan kembali kehidupan spiritual mereka. Pola pikir yang lama digantikan dengan pola pikir yang baru, dan tidak menjadikan narkoba sebagai tempat pelarian bagi setiap masalah dan kesedihan yang dihadapi.

Fase berikutnya adalah after care yang menjadi salah satu program unggulan YSRS. Di sini para mantan pecandu yang telah berhasil melewati rehabilitasi akan berkumpul kembali, dan menjalani kehidupan mandiri di dalam masyarakat dan keluarga. Tidak hanya berhenti sampai di situ, Aisah mengeluarkan gagasannya yang cemerlang untuk menawarkan kegiatan yang dapat menjadi sumber penghasilan bagi para mantan pecandu yang telah sembuh. Aisah sangat meyakini, bahwa harga diri yang ada di dalam setiap mantan pecandu harus digugah kembali, dengan cara membuat mereka merasa bermanfaat di dalam keluarga dan masyarakat. Aisah menyadari bahwa para mantan pecandu yang pada umumnya berada di usia produktif dan seharusnya mempunyai penghasilan tetap, akan mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan dan dapat diterima menjadi pegawai di salah satu perusahaan.

Karena itu, Aisah menggagas adanya beberapa unit usaha, yang dapat menjadi tempat pelatihan kewirausahaan bagi para mantan pecandu narkoba. Bagi para mantan pecandu yang ingin menolong sesame rekannya yang masih terpuruk dalam ketergantungan obat, mereka dapat bekerja menjadi peer counselor untuk membantu sesama pecandu. Sedangkan mantan pecandu yang berminat pada wirausaha dapat terjun ke dalam bisnis multimedia, entertainment, event organizer, laundry, perbengkelan, dan peternakan kelinci.

Pintu yayasan rehabilitasi Aisah saat ini terbuka lebar bagi berbagai kalangan masyarakat yang memerlukan bantuan rehabilitasi dan keterbebasan dari obat terlarang, termasuk para pecandu yang berasal dari keluarga kurang mampu atau yang sudah tidak lagi diterima oleh keluarganya. Pada tahun 2003 perkenalan Aisah dengan Bimbim, salah seorang personnel band Slank telah membawa banyak slankers untuk menjalani rehabilitasi di YSRS. Berkat dedikasinya ini, Aisah pernah mendapatkan penghargaan dari Presiden SBY pada peringatan Hari Anti Narkoba. Bagi Aisah, adalah suatu kebahagiaan tersendiri dapat menyaksikan anak-anak binaannya keluar dari yayasannya setelah melalui fase 'daur ulang' dalam hidup mereka, dan menjadi pribadi baru yang hidupnya bermanfaat buat keluarganya dan juga banyak orang lain.



Kisah Inspiratif lainnya lihat di sumber : http://www.sangteladan.com/pemenang.php


Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial