Sabtu, 26 Mei 2012

Cerita Rere

Nama gue Rere. Lahir 16 tahun yang lalu dan hidup ditengah keluarga yang sederhana. Saat ini gue masih duduk dibangku SMA. Sebetulnya gue nggak jago nulis, kurang cerdas bikin kata-kata puitis, dan nggak suka buah manggis. Oke yang terakhir emang nggak ada hubungannya.


Tapi pengalaman hari ini bikin gue punya alasan yang kuat untuk nulis. Untuk menceritakan sesuatu yang buat gue saaangat berarti. Ini tentang cinta. Cinta Allah pada setiap makhluknya, termasuk buat gue.



Dua minggu yang lalu, salah seorang temen memberi kejutan, bukan cuma buat gue, tapi juga buat orang banyak yang dia kenal. Namanya Bulan dan kejutan yang dia berikan adalah penampilan barunya.


Jilbab. Itulah sesuatu yang baru pada sahabat yang udah lama banget gue kenal. Gue sendiri nggak bener-bener ngerti, nggak betul-betul paham apa yang menggerakkan Bulan untuk akhirnya memutuskan berjilbab. Karena alasan yang dia berikan terlalu simple, terlalu sederhana buat gue terima.


“Re, kita ini muslimah. Dan ini, jilbab ini, adalah bentuk kasih sayang Allah pada kita. Bentuk penjagaan Dia pada kita.”


Gue dengan tampang bingung bertanya, “Cuma itu? Cuma itu alasan lo pake jilbab.”


Ditanya seperti itu Bulan mengangguk, lalu menutup percakapan itu dengan satu kalimat, “Allah mencintai kita dengan cara-Nya, Re.”


Dan, gue tetep nggak ngerti.


Hari-hari berikutnya Bulan masih suka ngajak gue untuk berjilbab. Dia nggak pernah maksa sih. Gue pun nggak pernah merasa sedang dipaksa untuk mengikuti kata-kata Bulan. Gue masih belum menemukan alasan yang tepat aja untuk berjilbab, ditambah dengan perasaan bahwa gue masih gini-gini aja, masih belum pantas untuk berjilbab.


Hingga pada siang tadi, ketika kita ngobrol banyak hal di kantin sekolah, gue menemukan alasan itu pada akhirnya.


Salah satu tema yang sempat kita obrolin adalah tentang rumah Bulan yang saat ini sedang direnovasi.


“Lo tau nggak, Re, gue itu paling seneng kalo liat rumah lagi di renovasi. Bukan cuma rumah gue, tapi rumah siapa aja. Gue selalu seneng ngeliatnya.”


“Hah? Kok seneng? Bukannya kalo rumah yang lagi direnov itu biasanya malah berantakan ya, malah kadang nggak keliatan seperti rumah?”


“Nah justru itu, Re. Emang sih rumahnya jadi keliatan berantakan, nggak nyaman ditinggali, tapi disana, pada rumah yang sedang direnovasi itu, tersimpan harapan.”


Gue makin heran, “Harapan?”


“Iya. Harapan akan rumah yang lebih baik, lebih bagus, dan lebih nyaman dari yang sebelumnya. Harapan akan kebaikan itulah yang bikin gue suka.”


Entah kenapa, pada bagian itu gue merasa terkesan. Bulan, dalam hal ini justru nggak seperti orang kebanyakan. Dia melihat sesuatu, yang orang lain nggak lihat. Dia memandang sesuatu dari sisi yang berbeda.


Dan ajaib, kata-kata itu membuat gue berpikir tentang alasan menunda untuk berjilbab lantaran gue masih ngerasa gini-gini aja, masih ngerasa banyak jeleknya. Padahal mestinya kesadaran itu nggak kemudian malah buat gue berhenti untuk berusaha jadi lebih baik.


Kalo diibaratkan sebagai rumah, mungkin gue adalah rumah yang banyak rusaknya. Atap yang bocor, dinding yang cat-nya terkelupas, hingga daun pintu yang lapuk dimakan rayap. Lalu anehnya, udah tahu seperti itu, rumah ini malah dibiarin dalam kondisi yang mengenaskan kayak gitu, hanya karena beralasan, bahwa rumahnya belum layak diperbaiki. Kalo gitu, kapan layaknya?


Semestinya orang yang paling peduli sama gue adalah diri gue sendiri. Apalagi terhadap hal-hal yang membuat gue jadi lebih baik. Gue emang nggak kemudian jadi orang yang super baik tanpa cacat sama sekali. Mungkin pada hari-hari yang akan datang gue masih berbuat salah dan melakukan hal yang kurang baik dimata orang lain, tapi disanalah prosesnya, selama gue sadar bahwa segala aturan dan larangan adalah untuk kebaikan gue, insyaAllah gue akan berusaha terus jadi orang yang baik.
Aaaaaah, sumpah, gue malu banget sama Allah, disuruh berjilbab malah nggak mau, malah nunda sampe kapan tau, lalu ngasih alasan ini itu.


Bulan bener, Allah mencintai kita dengan cara-Nya. Mungkin kadang ada aturan atau larangan Allah yang agak sulit kita pahami, makanya dalam hal seperti itu yang mesti dikedepankan adalah keyakinan, bahwa Allah cinta sama kita, Allah sayang sama kita.


Kalo ditanya, apa cinta Allah yang gue terima hari ini? Maka jawabannya adalah kesempatan. Iya, waktu yang Dia berikan adalah salah satu bentuk cinta-Nya. Maka sebenarnya setiap hari adalah cinta, karena setiap hari selalu ada kesempatan. Peluang untuk menjadi lebih baik.


Dan mulai besok pagi, giliran gue yang kasih kejutan buat Bulan. Gue akan berjilbab.


dari blog sahabat : disini!



Share/Bookmark

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar...

 
© Copyright by Good is the enemy of Great  |  Template by Blogspot tutorial